Kamis, 26 Agustus 2010

Untuk Dia Yang Telah Pergi




(Untuk mengenang ibunda tercinta yang telah kembali kehadapan yang Maha Kuasa, yang menjadi inspirasi serta motivator terkuat dalam hidupku).




Berbaring hening dikesunyian malam. Aku rindu pada ibuku. Teringat akan kenangan - kenangan tak terlupakan semasa hidupnya. Kini setiap masa yang pernah terlewati terasa semakin berarti dan aku tau, tak akan pernah terulang lagi.
Sela

Biar sejenak aku kembali ke masa lalu ku. Membunuh waktu dan tersenyum tetap dengan penuh kerinduan.
Sela

Ibuku, meski hanya seorang bidan desa, tapi tetap luar biasa. Kami memanggilnya "MADRE". Entah bagaimana, aku lupa sejarah panggilan itu. Yang aku tau, beliau tidak pernah keberatan meski orang lain yang mendengar pada awalnya merasa risih dengan mengatas namakan kesopanan.
Sela

Pernah suatu kali, ibu ku memanggilku ke kamarnya. Menghadapkanku ke lemari yang ditengahnya ada kaca berbentuk persegi. Duduk di kamar sempit ibuku, berdua kami menghadap kaca. Kemudian ibu bilang,"ayo kita belajar berdoa. Kalau sudah mau masuk SD (Sekolah Dasar) harus sudah bisa berdoa". Aku tak berminat, tapi ibu bilang, "tidak boleh begitu, nanti Tuhan marah".
Lalu ibu memberi aba-aba, lipat tangan, tutup mata, ikuti apa kata mama ya...
Aku mengikuti perintah nya, melipat tangan ku tapi hanya menutup satu mataku. Aku pandang ibu dari kaca di depanku dan tertawa geli. Ibu memulai doanya (dalam bahasa daerah kami)
"Met met au on, bahen hias rohakkon, sasada ho Jesus, dongan ku toktong"
Kurang lebih artinya begini :"Hamba ini gadis kecil, bersihkan hati hamba, hanya Tuhan yang selalu menemani hamba".

Ibuku mengucapkan berulang-ulang agar aku hafal dan bisa mengulangi sendiri. Setelah beberapa kali mengucapkannya bersama - sama, ibu meminta ku untuk mengulanginya sendiri.
Kututup mataku dan berdoa:"Met met ho Tuhan......."
dan serta merta ibu ku tertawa tak tertahan. Aku berhenti dan bertanya kenapa...?? Masih dengan tawa yang belum masih ibu bilang :"Bukan Tuhan yang kecil, kamu yang kecil"!!! (met-met = kecil)
Olala, lantas kami tertawa. Dengan mengucapkannya berulang-ulang dan dibantu ibu, akhirnya doa singkat itu bisa ku hafal. Doa singkat yang multifungsi, bisa digunakan sebelum makan ataupun sebelum tidur.
Sela

Ibuku, biar tak pandai bernyanyi, tapi ada 1 lagu kesayangannya. Semasa hidupnya, beliau senang menyanyikannya. Tapi dulu, sewaktu aku pun masih kecil. Sambil menimangku, dengan lembut pasti dia bernyanyi :
"Bila ku ingat lelah, ayah bunda, bunda piara piara akan daku sehingga aku besar lah, waktu ku kecil hidup ku, amat lah senang, senang dipangku dipangku dipeluknya..serta dicium dicium dimanjakan..namanya kesayangan... (Salah satu lagu pendidikan yang di ajarkan di sekolah dasar juga)
Karena begitu kerap dinyanyikan, jadi tanpa diajarai seperti mengucapkan doa, lagu itu terekam secara otomatis di ingatan ku.
Sela

Ibuku, sungguh berbeda dari yang lain. Seumur hidupku, belum pernah memakan masakannya. Ya, ibu ku tak pandai memasak. Sama sekali tidak tau. Ibu ku bilang, dulu sebelum menikah ayahku sudah berjanji kalau ketika berumah nantinya, ayah ku yang akan bertanggung jawab tentang dunia dapur. Aneh. Karena itu, ayahku menelurkan ilmu jago masaknya ke abangku yang tertua, ke abang berikutnya, berikutnya, berikutnya, dan padaku.
Sela

Pernah suatu kali, aku membeli ikan teri dari warung. Selagi aku mengulek cabe buat sambal ikan teri itu, aku lupa kalau sedari tadi aku sudah menyalakan kompor dan menaruh penggorengannya. Sudah panas, aku benar-benar lupa. Ibuku datang, dan langsung memasukkan teri ke penggorengan tanpa MINYAK goreng. Astaga, aku kaget dan segera mengambil semua teri dari penggorengan. Bercampur kesal aku mengumpat dan marah tak tertahan. Ibu tak mau kalah dan tak mau untuk merasa bersalah. Kalau aku ingat semua itu, aku bisa tersenyum geli.
Sela

Dulu ketika aku masih SMA, ibuku yang menjadi penyelamat atas nilai - nilai yang anjlok tak karuan. Ibuku yang menjadi penengah saat prestasi ku yang terus turun. Ibuku sangat berbesar hati ketika aku bercerita kalau di SMA semua pelajarannya sangat sulit. Aku menghadapi kesulitan hampir disemua bidang study. Prestasi ku tidak segemilang ketika aku di SMP (setidaknya aku masuk dalam 3 besar). Aku beritahu ibu, kalau pelajaran yang ku suka hanya satu, hanya Bahasa Inggris. Ibu bilang, tak masalah kembang kan dan fokuslah pada bidang yang kamu sukai. Meskipun beliau sangat ingin aku menjadi seorang Dokter, tapi beliau tetap bangga ketika pada akhirnya aku malah terjun ke dunia pendidikan seperti bapak yang menjadi seorang Guru. Tidak ada yang sia-sia.
Sela

Pertengahan July 2009, ketika aku sudah merantau ke pulau Batam, ibuku terkena serangan stroke ringan. Tak habis-habis nya aku menelpon bapak menanyakan perkembangan kesembuhan ibu. Waktu aku mencoba berbicara dengan nya, suara ibu tak begitu jelas lagi. Aku menangis diam. Selalu ku ingatkan abang2ku untuk selalu berdoa demi kesembuhan ibunda tercinta, karena pada saat itu usia beliau masih belum begitu tua (aku ingat 58 tahun).
Sela

Seiring dengan berjalan nya waktu, usia yang terus bertambah dan fisik yang tidak begitu kuat lagi, suatu pagi di hari Minggu bulan Mei 2010 aku menerima telpon dari bapak, kalau ibu sedang kritis di sebuah ruang ICU di rumah sakit swasta. Aku menangis tak tahan membendung air mata, begitu pun bapak. Hatiku sakit sekali seperti remuk. Bapak menangis menceritakan kalau sebenarnya ibu sudah 2 hari di ICU tapi bapak mencoba menutupinya, agar kami tidak perlu khawatir. Esok harinya, abang2 ku berangkat menuju kampung halaman. Aku berdoa berdoa dan terus berdoa untuk kesembuhan ibuku. Mengirimkan pesan singkat ke semua saudara dan teman-teman untuk bersama-sama berdoa untuk kesembuhan ibuku. Pada saat itu, aku belum bisa pulang bersama-sama karena masih ada tanggung jawab di tempat kerjaku yang harus kuselesaikan.
Sela

Begitu aku mendapat cuti, aku langsung pulang menuju kampung halaman, membeli tiket penerbangan yang paling awal. Tujuan ku hanya satu, membangunkan ibuku dari tidur lelapnya. Dengan penuh kerinduan dan rasa sedih yang mendalam akhirnya aku tiba dirumah sakit tempat ibuku terbaring tak sadarkan diri. Aku memanggilnya pelan di telinganya, "Madre...." "Madre...." tak ada jawaban. Hanya bunyi detak jantung ibu di mesin yang ada didekat tempat tidurnya. Mataku berkunang-kunang. Sekujur tubuhku terasa dingin. Jantung ku terasa sakit. Kakak iparku langsung memapah ku keluar. Hampir saja aku pingsan.
Sela

Pagi hari, aku dan kakak iparku berdoa bersama. Mengetuk pintu sorga berharap Sang Pencipta mendengar doa kami. Dan aku menyanyi di telinga ibu sambil menagis, lagu kesayangannya:
"Bila ku ingat lelah, ayah bunda, bunda piara piara akan daku sehingga aku besar lah, waktu ku kecil hidup ku, amat lah senang, senang dipangku dipangku dipeluknya..serta dicium dicium dimanjakan..namanya kesayangan......"
Tak ada reaksi. Aku menangis sedih sekali. Bertanya, "Madre, kenapa madre gak nyanyi? Kita nyanyi lagi ya, sama-sama ya, madre juga nyanyi ya..." Aku lihat kakak ku menangis juga. Sekali lagi aku menyanyi sambil terbata-bata karena tangisan ku. Ajaib, air mata ibuku jatuh. Aku sedih sekali....sedih sekali....aku menyanyikan nya lagi berulang-ulang di telinganya, untuk membuat nya tetap terjaga.
Sela

Benar kata orang-orang bijak, manusia hanya bisa berencana tetapi Tuhan yang menentukan. Walaupun sempat kondisi ibu menunjukkan perubahan yang baik, namun pada akhir nya jawaban atas doa-doa kami adalah yang terbaik untuk semua. Madre dipanggil Tuhan, tepat di hari Senin Tanggal 10 Mei 2010. Pagi-pagi ketika kakak ipar ku berdoa bersama ibu, aku tak tau kenapa hari itu aku tertidur lelap aku tak kuasa bangun untuk berdoa. Aku dengar suara bapak bertanya "Ada apa?" dan suara kakak iparku menangis kuat, aku terbangun melompat dari tikar yang digelar dilantai rumah sakit, berlari keruang ICU. Ya Tuhan........aku lihat ibuku.....ibuku.....dadanya dipompa oleh dokter, suster memberikan nafas buatan dari semacam alat pompa. Jantungku seperti berhenti berdetak. Aku takut sekali. Takut benar-benar kehilangan ibu. Aku berjalan mendekati, memanggil-manggil seperti orang yang putus harapan. "Madre......." "Madre........" bangun mak.......
Tak ada jawaban. Aku menangis putus asa, bertanya pada Tuhan KENAPA????? Rasa ku terlalu cepat, aku belum sempat berbuat sesuatu untuk ibuku, belum puas membalas semua kebaikan ibuku, belum cukup menyenangkan hati nya di hari tuanya.
Sela

Sebenarnya saat itu, belum sempat kakak ipar ku mengakhiri doanya dengan AMEN, ibu menghembuskan nafas terakhir. Aku mencium ibuku, untuk terakhir kalinya sebagai ungkapan selamat tinggal. Hatiku sakit sekali. Mata ku tak henti-hentinya mengeluarkan air mata. "Madre senang di Sorga ya, gak ada sakit lagi ya ma, sembuh semua ya ma. Selamat tinggal ma, aku sayang madre, sayang sekali....."
Sela

Abang ku memeluk ku dan kami menangis bersama...
Untuk ibuku yang menuju keabadian. Untuk dia yang telah pergi....


*Sela = jeda

2 komentar:

Pestha aja mengatakan...

endankk...

i've read all..

ikhlaskan Madre yah,, sebagai teman masa kecilmu yang juga turut mengenal Madremu,, aku turut berdukacita atas kepergiannya..

kehilangan orang yang kita sayangi memang sangat berat tapi kita harus ikhlas agar dia bisa tenang di sisiNya..

salut untuk tulisanmu ini Ndankk..!!

menyentuh bgt..

sukses yahh,, kalehh..

:)

evakennytambunan.blogspot.com mengatakan...

Aku malah baru membaca tulisanmu ini, Ndang... Ini secara keseluruhan hamper sama dengan kisah ketika mamaku juga pergi tahun 2014 yang lalu... Meninggal di ICU, Hari senin pagi, jam stengah 5 pagi... ahhhh, mari kita ikhlaskan Mama2 kesayangan kita yang sudah pergi meninggalkan kita yaaa... Mereka sudah bahagia di kehidupan kekal... :)

Footprints

Footprints
ShaJee

Friend & BRo